Rabu, 27 September 2017

SAAT TEDUH (hari ke 95) Kamis, 21 September, Amsal 16:10-15

JANGAN CONGKAK
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Lebih mudah Untuk melawan ribuan orang bersenjata lengkap
daripada melawan kesombongan diri sendiri.

Tak pernah terpuaskan.

Bacaan kita khususnya ayat 10, dapat dibaca sebagai perintah kepada raja-raja dan hakim-hakim di bumi untuk bersikap bijak dan terdidik. Hendaklah mereka adil, dan memerintah dengan takut akan Allah. Hendaklah mereka bertindak dengan hikmat dan hati nurani yang begitu murni sehingga tampaklah keilahian yang kudus dalam segala sesuatu yang mereka katakan dan lakukan, dan agar mereka dipimpin oleh asas-asas yang bersifat adikodrati: hendaklah mulut mereka tidak berbuat salah dalam menghakimi, karena itu adalah penghakiman Allah.

Dalam pada itu, sifat seorang raja yang baik, yang dimaksudkan Salomo bukan untuk memuji dirinya sendiri, melainkan untuk mendidik para penerusnya, sesama raja, dan para raja muda yang memerintah di bawah dia (ay. 12). Seorang raja yang baik tidak hanya berbuat adil, tetapi juga merupakan kekejian bagi dirinya untuk berbuat sesuatu yang sebaliknya. Ia benci membayangkan berbuat tidak adil dan menyelewengkan keadilan. Ia tidak hanya membenci kefasikan yang dilakukan orang lain, tetapi juga benci melakukannya sendiri, meskipun, karena mempunyai kekuasaan, ia bisa saja melakukannya dengan mudah dan aman.

Seorang anak berusia 7 tahun marah kepada ayahnya, karena ia dilarang bermain kembang api. Padahal beberapa malam sebelumnya ayahnya justru mengajak anaknya bermain kembang api. Maka dengan marah ia berkata: 'Kalau ayah yang mengajak boleh tapi kalau aku tidak boleh. Ayah curang, ayah egois'. Benarkah sang ayah curang dan egois? Tidak! Namun anak itu tidak mempunyai kemampuan, pengetahuan, dan hikmat seperti sang ayah. Ia ingin bermain pada jam 9 malam dan saat itu hujan turun rintik-rintik. Kisah di atas bisa dikatakan sebagai 'pelakonan' dalam bentuk yang paling sederhana dari Amsal kita hari ini. Amsal menyatakan Allah adalah penentu tunggal bagi segala sesuatu. Hasil pertimbangan manusia asalnya dari Allah.

Adakah Allah `curang' dan egois? Sama sekali tidak! Sebab Allah selalu mendasari segala perbuatannya berdasarkan kasih dan kesetiaan, karena itu orang yang bersalah diampuni (ay. 6), arah langkah manusia ditentukan-Nya agar tidak tersesat. Jika Allah adalah tolok ukur bagi segala sesuatu yang kudus, ini disebabkan hanya di dalam diri-Nyalah terdapat kebenaran, kebaikan dan kekudusan (ay. 11). Karena itu Ia sangat membenci dan tidak bisa melihat kecongkakan, kejahatan, kebohongan (ay. 13), sebaliknya berpihak serta membela orang yang benar (ay. 12). Jadi Allah dengan segala kemahakuasaan-Nya mengatur dan mengarahkan hidup manusia demi kebaikan hidup manusia.

ORANG YANG SOMBONG SELALU DIKALAHKAN DENGAN ORANG YANG RENDAH HATI. MUNGKIN TIDAK SEGERA, TAPI PASTI.

#Salam_WOW
(Pkh. 12:10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar