Minggu, 23 Juli 2017

SAAT TEDUH - Senin, 24 Juli 2017 (Kisah Para Rasul 3:4-12)

DIUTUS KELUAR DARI ZONA NYAMAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Tuhan memanggil kita semua untuk melangkah keluar dari zona nyaman kita. Jangan hanya berpuas diri menjadi “penonton” tapi berani mengambil keputusan untuk menjadi “yang diutus”. Memang menjadi “yang diutus” tidak mudah. Pasti menghadapi berbagai penolakan dan hambatan. Memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar, bahkan berkurban waktu, tenaga, perasaan, pikiran dan materi untuk melayani Dia dan sesama.

Roh Kudus mengutus keluar dari zona nyaman.

Bacaan kita menjelaskan bahwa, pengutusan mereka oleh Roh Kudus merupakan alasan utama yang mendorong mereka mengerjakan tugas ini (ay. 4). Mereka tiba di Seleukia, kota pelabuhan yang berhadapan dengan Siprus, dan dari sana mereka menyeberangi laut ke Siprus. Kota pertama yang mereka kunjungi di pulau itu adalah Salamis yang terletak di sisi timur pulau (ay. 5). Setelah menaburkan benih baik di situ, mereka terus maju mengelilingi seluruh pulau itu (ay. 6), sampai ke Pafos yang terletak di pantai barat.

Bila Roh Kudus yang mengutus mereka, Ia tentu akan menyertai, menguatkan, menopang dalam pekerjaan mereka, dan memberi mereka keberhasilan. Dengan demikian mereka tidak perlu mengkhawatirkan keadaan apa pun. Mereka dapat dengan sukacita mengarungi laut di tengah badai dari Antiokhia, yang sekarang merupakan pelabuhan yang tenang bagi mereka.

Hakekat Gereja adalah mengarungi gelombang badai.

Suatu hari saya diundang berkhotbah di sebuah gereja. Karena belum begitu mengenal lokasi gereja itu, saya menanyakan petunjuk jalan dan ciri-ciri gereja tersebut. "Bapak masuk ke dalam kompleks itu, belok ke sana dan ke sini. Gereja kami adalah gedung yang terbaru dan terbesar di kompleks itu," demikian jawaban yang saya terima. Untuk menemukan gedung gereja yang saya cari maka petunjuk tersebut sudah tepat. Namun, dapatkah petunjuk itu dipakai untuk menemukan ciri hakiki suatu gereja? Jawabnya, belum tentu.

Gereja bagai bahtera. Kitalah Gereja itu. Terasa nyaman di dermaga.Tapi bukan untuk itu maksud Bahtera dibuat. Bahtera kehidupan kita haruslah menjelajah, bertualang sepanjang perjalanan. Jangan nyaman di dermaga. Tempuhlah resiko, agar kelak panggilan dan pengutusanmu mewariskan warna warni indah pelayananmu.

TIDAK ADA KENYAMANAN DI ZONA PERTUMBUHAN, TIDAK ADA PERTUMBUHAN DI ZONA NYAMAN. KARENANYA, KATAKAN: “INI AKU, UTUS AKU KELUAR DARI ZONA NYAMANKU”

Salam WOW

Note:
Tak terasa, sudah lebih satu bulan saya menulis renungan tanpa henti. Saya menulis semua renungan ini, bersumber dari buku-buku penjelasan 66 Kitab PL/PB karangan saya, yang saya tulis menjadi #25 seri/buku. Baru saja terbit seri #17 s/d seri #25. Sebaiknya saudara memilikinya

BUKU ADALAH GUDANG ILMU, JENDELA DUNIA.
MEMBACA ADALAH KUNCINYA.
 
 

25 Buku Baru seri Penjelasan 66 Kitab PL/PB

MEMBACA

Tunai sudah saya menulis 25 seri Buku penjelasan Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Kejadian s/d Wahyu). Buku-buku ini tidak dijual bebas. Hanya dapat diperoleh lewat pengiriman Pos & Giro. Pesan segera. Inbox atau 081932551765.




Empat alasan mengapa perlu membaca buku-buku ini. 1) Membaca buku ini untuk pengetahuan; 2) Membaca buku ini untuk pertumbuhan iman; 3) Membaca buku ini untuk kepemimpinan Kristen; 4) Membaca buku ini untuk belajar mengasihi.

BUKU ADALAH GUDANG ILMU, JENDELA DUNIA.
MEMBACA ADALAH KUNCINYA.

#Salam_WOW
(Pkh. 12:10)

Sabda Bina Diri - Minggu, 23 Juli 2017 (Amsal 22:1-6)



KEKAYAAN SEJATI: NAMA BAIK DAN DIKASIHI
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Kaca dan porselen adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali tanpa bekas yang nampak. Begitupun nama baik. Jangan menjual nama baikmu demi uang karena nama baik tidak dapat dibeli kembali dengan memakai mata uang apa pun juga.
 
Adalah baik memiliki kekayaan. Tapi jauh lebih baik memiliki nama baik.

Amsal mengajarkan kita dua hal yang lebih berharga dan yang seharusnya lebih kita ingini daripada kekayaan besar: Pertama, bahwa nama baik, yang berhubungan dengan hal-hal yang baik di mata Tuhan dan orang-orang baik, lebih berharga dari pada kekayaan besar. Berperilaku yang mendatangkan nama baik adalah jauh lebih baik daripada melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan dan menambah harta benda.

Kedua, bahwa dikasihi, memperoleh penghargaan dan kasih sayang dari semua orang di sekitar kita, lebih berharga daripada perak dan emas. Kristus tidak memiliki baik perak maupun emas, tetapi Ia makin dikasihi oleh Tuhan dan manusia. Melalui hal ini kita harus belajar untuk memandang kekayaan dunia ini dengan kebencian yang kudus, bukan mencondongkan hati kita padanya, melainkan sebisa mungkin memikirkan semua yang manis dan sedap didengar.

Penipu bebal versus orang jujur bijaksana.

Kekayaan besar menuntut perhatian yang besar, membawa orang rentan terhadap bahaya dan sama sekali tidak membuat orang menjadi lebih bernilai. Orang bebal dan penipu bisa memiliki kekayaan besar, tetapi nama baik menjadikan seseorang tenteram dan aman. Nama baik menjadikan orang bijaksana dan jujur, mencerminkan kemuliaan Tuhan, dan memberi orang kesempatan yang lebih besar untuk berbuat baik. Dengan kekayaan besar kita bisa mencukupi kebutuhan jasmani orang lain. Tetapi, dengan memiliki nama baik, kita bisa mendorong orang lain untuk beribadah.

Apakah kekayaan yang paling berharga dalam hidup ini? Amsal berkata: nama baik dan relasi kasih. Keduanya tidak dapat dibandingkan dengan kekayaan bahkan perak dan emas sekalipun. Kekayaan yang hanya berupa materi tak akan membuat manusia hidup berarti, kecuali ia membagikannya kepada si miskin dan hidupnya akan diberkati.
Ini kisah tentang seorang ayah yang mendapati anaknya tak menghargai penghargaannya: ‘Saat membongkar garasi putra saya, saya menemukan semua trofi yang ia menangkan melalui berbagai macam pertandingan atletik selama bertahun-tahun. Semuanya itu dimasukkan ke dalam sebuah kotak kardus, dan siap untuk dibuang”. Saya mengenang darah, keringat, dan air mata yang mengucur demi mendapatkan semua penghargaan itu. Namun sekarang ia membuangnya. Semuanya itu tidak berharga lagi baginya. 

Saya jadi teringat pada sebuah puisi anak-anak karangan Shel Silverstein berjudul "Hector si Kolektor". Puisi itu mengisahkan tentang semua benda yang dikoleksi Hector selama bertahun-tahun. Ia "menyayangi benda-benda itu lebih dari berlian yang bersinar, lebih dari emas yang berkilauan". Lalu Hector mengundang semua temannya, "Kemarilah, aku mau membagikan hartaku!" Lalu semua temannya "datang untuk melihatnya, tetapi mereka menyebut barang-barang itu sampah!" 

Seperti itulah nantinya akhir hidup kita. Semua milik kita, semua benda yang kita perjuangkan di sepanjang hidup kita, menjadi tidak berarti apa-apa kecuali sampah. Saat itulah kita diyakinkan bahwa harta bukanlah hal yang paling berharga dalam hidup ini. Mulai saat ini kita akan memiliki cara pandang yang benar, seperti ada tertulis. "Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus". Kita harus bersikap wajar terhadap harta milik kita, karena sebenarnya kita telah memiliki harta yang paling bernilai, yaitu nama baik dan dikasihi, dimana hidup kita berjalan didalam pengenalan akan Kristus Yesus Tuhan kita.

KEKAYAAN TERBESAR KITA ADALAH NAMA BAIK DAN DIKASIHI.
HIDUP DIKASIHI TUHAN DAN SESAMA, ITULAH NAMA BAIK KITA.

Salam WOW