Jumat, 01 September 2017

Sabda Bina Diri - Jumat, 1 September (Yosua 9:16-27)

JANGAN ALPA BERTANYA PADA TUHAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Ketika kita diuji kesulitan, banyak yang lulus. Namun ketika diuji dengan kemudahan, kita cenderung jadi alpa sehingga sedikit sekali yang lulus.

Israel alpa.

Nas kita menjelaskan, tiga hari kemudian, ketika orang Israel secara tidak sengaja mendengar bahwa orang-orang yang telah mengikat perjanjian dengan mereka itu sebenarnya tinggal di dekat situ, merekapun bergerak maju untuk berhadapan dengan para penipu tersebut. Di samping kota Gibeon, kota-kota mereka ialah Kefira, Beerot dan Kiryat-Yearim. Beerot hanya terletak 3 mil di sebelah barat Ai sehingga bisa dilihat oleh orang Israel pada saat mereka melewati Betel. Karena perjanjian tersebut diresmikan di dalam nama Allah yang kudus maka sifatnya adalah kudus; oleh karena itu para pemimpin Israel tidak berani melanggar sumpah perjanjian mereka yang akan mendatangkan murka Allah atas diri mereka. Allah pernah menghukum Israel pada zaman Daud arena Saul mengabaikan sumpah ini.

Alasan pengambilan keputusan oleh para pemimpin untuk musuh tetap hidup (ay. 21), Karena Yosua memanggil mereka. Israel tetap membiarkan Bangsa Gibeon hidup walau tidak menepati janjinya (ay. 16). Tetapi mereka akan dikutuk menjadi hamba seumur hidupnya (ay. 23).

Kita sulit memilah.

Penduduk Gibeon yang takut ditumpas habis oleh Israel menggunakan akal mereka untuk menyelamatkan diri. Dengan cerdik dan licik menampilkan diri begitu lusuh seolah dari perjalanan jauh, mereka datang pada Yosua dan bangsa Israel. Mereka menawarkan hal yang seolah amat baik: janji persahabatan dan sumpah tidak akan menumpas seorang pun dari bangsa Gibeon. Yosua dan para pemimpin Israel terkecoh. Tanpa waspada dan bertanya kepada Tuhan, mereka mengikat janji persahabatan dengan bangsa Gibeon.

Begitupun kita hari ini, sebagian besar kita tidak sulit menolak sesuatu yang jelas-jelas jahat. Kesulitan memilah mana yang berkenan atau tidak bagi Tuhan justru muncul di antara pilihan yang tampak baik semuanya. Akibatnya, banyak dari kita berprinsip, apa pun yang baik boleh diterima atau dikerjakan. Bahkan sering kita melakukannya tanpa merasa perlu bertanya kepada Tuhan dengan dalih menggunakan akal budi yang Tuhan berikan. Akibatnya kita sering terjebak tidak lagi melayani Tuhan. Kita terjerat aneka kebaikan semu yang disuguhkan si jahat dan tidak mengerjakan apa yang justru terbaik yang dikehendaki Tuhan.

JANGAN PERNAH ALPA BERTANYA KEPADA TUHAN DALAM SETIAP KEPUTUSAN HIDUP PERSEKUTUAN, PELAYANAN DAN KESAKSIAN KITA, SEREMEH APA PUN TAMPAKNYA!
 
#Salam_WOW (Pkh. 12:10)

Sabda Bina Diri - Sabtu, 2 September (Yosua 10:1-43)


JANGAN BERPANGKU TANGAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Jangan biarkan hidup kita terpuruk dalam kesusahan, karena berpangku tangan. Berusahalah, walau hanya sedikit. Karena bila, dilakukan dengan sabar dan tekun, maka kesusahan akan menjadi kebahagiaan.

Dimusnahkan tidak diduduki.

Bacaan kita gamblang menggambarkan cara Yosua berperang. Tampaknya berupa serangkaian serangan kilat kepada kota-kota penting di Kanaan, dengan tujuan melumpuhkan kemampuan bertempur dari penduduknya, tidak selalu berarti kota tersebut diduduki. Ketika raja dari Gezer dan pasukannya dikalahkan (ay. 33) Yosua tidak menduduki kota tersebut. Pada akhir dari setiap pertempuran, Yosua kembali dengan seluruh pasukannya ke markas besar di Gilgal (ay. 43) tanpa meninggalkan pasukan. Artinya, serangan-serangan Yosua bisa disebut, sebagai "perang yang menghancurkan dan memusnahkan, bukan pendudukan dengan ditempati langsung".

Karena Yosua tidak meluangkan waktu yang cukup untuk mengembangkan sebuah taktik pengepungan di setiap kota (ay. 31-35), tampaknya Yosua mungkin tidak berusaha untuk menggempur tembok-tembok kota dan pasti juga tidak benteng-benteng di dalam kota itu. Oleh karena itu Yosua pastilah lebih mengarahkan perhatian pada kota-kota merdeka di sekitarnya (ay. 37-39) dan daerah pemukiman dari setiap kota utama yang ada di dalam atau di luar perbentengan. Untuk memperoleh kesempatan membunuh raja dan pasukannya, Yosua pastilah mengandalkan serangan mendadak seperti di Ai; atau dia mungkin berharap bahwa kekalahan perang dan hilangnya semangat juang mereka sebelumnya membuat perlawanan mereka tidak berarti.

Merayakan penyertaan-Nya.

Tak terbantahkan, bahwa setiap kemenangan atas peperangan yang dirayakan Israel dan Yosua terjadi karena penyertaan Tuhan yang ajaib dan dahsyat. Tuhan berperang bersama dan bagi mereka. Tindakan Tuhan menahan matahari dan bulan memiliki akibat ganda (ay. 13-14). Bagi para musuh, mental mereka menjadi lemah, tawar hati, bahkan hancur. Sebaliknya Yosua dan prajurit Israel makin bersemangat menuntaskan peperangan itu hingga semua musuh musnah.

Nas kita menunjukkan sikap responsif Yosua dan Israel. Mereka tidak berpangku tangan menyaksikan kedahsyatan Tuhan menghancurkan musuh melainkan mengambil bagian dalam karya Tuhan itu, dengan tidak kenal lelah. Bacaan kita ini mencatat, Yosua dan pasukan Israel maju terus mengejar dan memusnahkan musuh. Mereka menaklukkan satu demi satu wilayah selatan Kanaan sampai seluruhnya menjadi milik Israel (ay. 40-43).

Tidak ada yang mustahil jika Tuhan di pihak kita. Ancaman musuh, penganiayaan dari orang yang membenci kita, bahkan upaya pemusnahan gereja tidak perlu menghambat pelayanan Tuhan melalui gereja-Nya. Tidak ada kesulitan yang terlalu besar, yang dapat menghalangi kemenangan iman. Karena Dia berperang bersama dan bagi kita. Namun, kita tidak boleh bersikap pasif seakan-akan itu bukan peperangan kita. Justru dengan komando Tuhan kita bukan bertahan, melainkan maju dan menuntaskan Misio Dei, menyaksikan Kristus kepada dunia ini.

JANGAN JADIKAN JANJI PEMELIHARAAN TUHAN SEBAGAI ALASAN UNTUK BERPANGKU TANGAN, KARENA MASIH BANYAK LADANG PELAYANAN YANG PERLU DIGARAP DAN DITUAI!

#Salam_WOW