Kamis, 06 Juli 2017

Sabda Bina Diri – Jumat, 7 Juli 2017

(Kisah Para Rasul 11:19-30)

INDAHNYA MEMBERI
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Diberkatilah orang yang memberi tanpa mengingat dan yang menerima tanpa lupa. Memberi lebih banyak dari yang diharapkan orang, merupakan jalan baik untuk menerima kembali lebih banyak dari yang kita harapkan.

Memberi, ciri gereja sejati.
Bacaan kita mau mengatakan bahwa: Penganiayaan tidak menghentikan semangat Kristen memberitakan Injil kepada orang Yahudi (ay. 19). Di antara yang memberitakan Injil, ternyata sudah ada orang sebelum mereka yang juga memberitakan Injil kepada orang Yunani, dan pelayanan ini pun diberkati Tuhan (ay. 20-21).
Berita tentang penyebaran Injil ke Utara, harus dibuktikan kebenarannya. Untuk membuktikannya, gereja di Yerusalem mengutus Barnabas. Barnabas mengajak Saulus ke Antiokhia dan tinggal di sana selama satu tahun. Mereka mengajar banyak orang, dan hasilnya memberi sumbangan abadi bagi Kekristenan karena dari sanalah murid-murid disebut Kristen untuk pertama kalinya (ay. 26).
Perkembangan yang mengagumkan ini juga diperkuat dengan kasih yang mereka tunjukkan terhadap sesama Kristen yang terancam bahaya kelaparan (ay. 27-30), yaitu ketika gereja di Yerusalem yang memiliki kemampuan mengajar, dibantu kebutuhan materinya oleh gereja di Antiokhia, yang memiliki kebutuhan akan pengajaran. Di sinilah prinsip memberi dan menerima terlaksana dengan indahnya.
Semakin banyak memberi semakin banyak menerima.
Jangan memberi dari apa yg kita punya, namun berilah apa yang dibutuhkan orang lain. Sama seperti sinar mentari, memberi Kehangatan di hati. Mentari memberi tak harap kembali, tidak memilih siapa yang ia sinari. Kebahagiaan akan tumbuh berkembang manakala kita membantu sesama. Namun, bilamana kita tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan tanaman, harus terus disirami tiap hari dengan sikap dan tindakan memberi.
Ini cerita tentang seorang dokter yang bekerja di daerah terpencil Minnesota. Suatu ketika salah satu keluarga penduduk asli Amerika memohonnya untuk datang dan membantu penyembuhan nenek mereka yang sudah tua, yang sedang sakit parah. Dokter itu datang, mendiagnosa keadaannya, dan kemudian memberi instruksi terperinci untuk perawatannya.

Nenek itu sembuh, dan beberapa minggu kemudian seluruh keluarga tersebut melakukan perjalanan ke tempat praktek dokter tersebut di kota. Mereka menghadiahi dokter itu sepasang moccasin (sepatu dari kulit yang halus bulunya) yang berusia 150 tahun buatan leluhur mereka. Ketika dokter itu mengajukan keberatan karena menganggap pemberian itu terlalu bagus dan berharga, kepala suku itu menjawab, “Anda telah menyelamatkan hidup ibu saya. Kami meminta dengan sungguh-sungguh agar Anda bersedia menerima sepasang moccasin ini. KAMI TIDAK TERBIASA MENGUNGKAPKAN PENGHORMATAN YANG BESAR DENGAN PEMBERIAN YANG MURAH.”

MEMBERI ADALAH BAHASA YANG BISA DIDENGAR OLEH ORANG TULI DAN DILIHAT OLEH ORANG BUTA.

Salam WOW


Sabda Bina Diri – Kamis, 6 Juli 2017

(Kisah Para Rasul 11:1-18)

KEUTUHAN ADALAH KEKUATAN
PERPECAHAN ADALAH KELEMAHAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Keberanian dibutuhkan untuk berdiri dan bicara. Keberanian juga dibutuhkan untuk duduk dan mendengar. Kadang perpecahan terjadi karena semua ingin berdiri dan bicara. Dibutuhkan keberanian untuk duduk dan mendengar agar keutuhan tercapai.

Pertahankan keutuhan gereja.

Bacaan kita memaparkan, Petrus diperhadapkan dengan tuduhan melakukan tindakan semena-mena dan merasa dirinya paling benar. Sebagai seorang pemimpin tentunya Petrus berhak menentukan strategi dan rencana-rencana baru. Menyadari akan timbulnya perpecahan di Jemaat, maka Petrus pun dengan rendah hati memberikan penjelasan atas strateginya tersebut.

Secara kronologis, Petrus menceritakan empat tahapan wahyu ilahi yang ia dapatkan sebelum membaptis Kornelius. Pertama, mendapatkan penglihatan Ilahi (ay. 4-10). Kedua, menerima perintah Ilahi (ay. 11-12). Ketiga, melihat adanya persiapan Ilahi (ay. 13-14). Keempat, Petrus menyaksikan Allah sendiri yang bertindak (ay. 15-17). Semua tahapan Ilahi itu mendemonstrasikan secara meyakinkan bahwa Allah menerima orang kafir untuk masuk dalam komunitas Kristen.

Petrus bisa mempertahankan keutuhan jemaat sehingga tidak terjadi perpecahan. Bila perbedaan pandangan di dalam jemaat dipandang sebagai usaha-usaha menjatuhkan atau mencelakakan dan tidak dituntaskan, maka gereja akan mengalami perpecahan. Jemaat di Jerusalem akhirnya menerima penjelasan Petrus dan memuliakan Allah (ay. 18). Kritikan berhenti, penyembahan dimulai, dan keutuhan Gereja pun dipertahankan.

Begitupun kita hari ini.

Sebagai pemimpin di gereja, ada baiknya kita meneladani cara Petrus mengatasi potensi perpecahan gereja. Tidak ada jemaat yang sulit, yang ada adalah jemaat yang belum kita pahami. Cabalah pahami dirinya, mungkin pada akhirnya, kita akan mengerti mengapa ia menjadi sulit.

Mulailah dengan yang paling sederhana, terapkan satunya kata dan perbuatan kita. Kita bisa mengucapkan, kita juga bisa menerapkannya. Jemaat melihat kata dan perbuatan kita. Jangan sampai keduanya bertentangan.

Berikutnya, tunjukkan empati. Satu rasa satu hati satu aksi dengan jemaat. Coba pakai sepatu jemaat, rasakan apa yang jemaat rasakan. Buatlah jarak dengan hal-hal yang bersifat materi. Fokus pada pelayanan jangan pada kekayaan duniawi.

Berusahalah objektif. Tunjukkan perlakukan yang adil kepada semua jemaat. Katakan benar atas benar, salah atas salah. Terakhir, milikilah penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat.

BELAJAR MEMOTONG POHON YANG PALING EFEKTIF ADALAH DENGAN MEMOTONGNYA. CARA BERSATU YANG PALING EFEKTIF ADALAH DENGAN BERSATU. KEUTUHAN ADALAH KEKUATAN, PERPECAHAN ADALAH KELEMAHAN.

Salam WOW