Minggu, 08 Oktober 2017

Sabda Bina Diri (hari ke 111), Sabtu, 7 Oktober, 2Raja-Raja 2:19-22

MELAYANI LEBIH SUNGGUH
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Kita hanyalah sebatang pensil di tangan Tuhan.
Biarkan DIA menulis, apa pun yang DIA Kehendaki.

Karya kasih karunia Tuhan permanen.

Ayat 19 memaparkan: “Berkatalah penduduk kota itu airnya tidak baik”. Ini bermakna, keadaan Yerikho yang menyenangkan sangat terusik oleh keadaan air yang tidak baik tersebut.  Airnya jahat, juga tanahnya, menyebabkan keguguran bayi-bayi. Mereka menganggap air yang mereka minum itulah yang menyebabkan keguguran. Sumber air utama yang ada di Yerikho kuno itu rasanya manis dan airnya bening, sedangkan mata air lainnya menghasilkan air payau.

Sementara ayat 20 tertulis: “Ambillah sebuah pinggan baru bagiku”. Karya Tuhan harus dilaksanakan melalui bejana-bejana baru yang belum tercemar. Taruhlah garam di dalamnya, lanjut ayat ini. Garam itu membersihkan dan mengawetkan. Di sini garam merupakan lambang dari kuasa Tuhan yang mentahirkan dan mengawetkan. Dilanjutkan ayat 21: “Telah Kusehatkan air ini”. Tanda dan lambang dari kesembuhan tersebut ialah garam yang ada di dalam air itu. Bacaan kita ditutup ayat 22: ” Demikianlah air itu menjadi sehat sampai hari ini”. Tuhan menyatakan kuasa-Nya untuk memulihkan mereka yang berdosa dan memelihara mereka melalui iman. Pentahiran itu sifatnya permanen; air yang berasal dari sumber tersebut tetap sehat sampai sekarang. Demikian pula karya kasih karunia Tuhan di dalam diri kita sifatnya permanen, satu-satunya landasan kokoh kita untuk menjalankan kehidupan yang murni.

Karakteristik dua pelayanan.

Karakteristik pelayanan Elisa yang pertama tergambar jelas ketika ia menyehatkan air di Yerikho. Kota Yerikho memang sudah dibangun kembali oleh Ahab, namun tetap menjadi kota yang tidak produktif. Nampaknya kota ini masih terikat oleh hukuman yang pernah dijatuhkan Tuhan melalui Yosua, sehingga penduduk dan tanahnya mengalami penderitaan. Mukjizat yang dilakukan Elisa membebaskan kota dan penduduk Yerikho dari penghukuman dan membawa mereka pada era yang baru. Dengan kata lain, karakteristik pertama pelayanan Elisa adalah menyatakan anugerah Tuhan kepada manusia yang membutuhkannya. Sedangkan karakteristik kedua pelayanan Elisa berbanding terbalik dengan yang pertama. Karakteristik kedua ini bersifat menyatakan penghukuman bagi mereka yang tidak hormat kepada Tuhan. Ini nampak dari peristiwa dimana Elisa mengutuk anak-anak yang mengolok-olok dirinya. Anak-anak ini tidak sekadar menghina Elisa namun sesungguhnya mereka telah menghina Tuhan yang diwakilinya di depan umum. 

Penghukuman ini merupakan peringatan kepada seluruh bangsa Israel yang tidak taat dan percaya kepada-Nya bahwa penghujatan terhadap nama Tuhan tidak bisa ditolerir.
Seringkali di kalangan pelayan gereja muncul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. Apa hakikat pelayanan kita? Atau berita apa yang seharusnya kita sampaikan melalui pelayanan Kristen? Dua pertanyaan itu sebetulnya mengarah kepada karakteristik pelayanan yang sejalan dengan pelayanan Tuhan. Melalui dua mukjizat yang dilakukan dalam pelayanan pertamanya, Elisa memperlihatkan karakteristik pelayanan yang sesuai dengan-Nya.
Kedua karakteristik pelayanan Elisa merupakan satu koin dengan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Bukankah ini juga merupakan karakteristik pelayanan Tuhan. Di satu sisi Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada umat-Nya, namun di sisi lain Tuhan juga menyatakan penghukuman kepada mereka yang menolak anugerah-Nya.

Demikian pula seharusnya kita, di dalam setiap aktivitas pelayanan kita. Apakah itu diakonia, koinonia, maupun marturia, anugerah Tuhan yang membebaskan manusia dari hukuman kekal harus terus dikumandangkan dan penghukuman Tuhan kepada mereka yang menolak anugerah-Nya pun harus ditegaskan.

KITA TERLALU SERING MENGASIHI BENDA DAN MEMANFAATKAN ORANG, SEHARUSNYA KITA MEMANFAATKAN BENDA DAN MENGASIH ORANG.

#Salam_WOW


Sabda Bina Diri (hari ke 110), Jumat, 6 Oktober, 1Raja-Raja 22:41-45


DARI DIRI UNTUK KELUARGA
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Tunjukkan senyum di hadapan orang banyak.
Tangis di hadapan sahabat,
Pengorbanan di hadapan keluarga.
Rasa syukur di hadapan Tuhan.

Masih ada kekurangan.

Bacaan kita mengisahkan, Yosafat menjadi raja atas Yehuda (ay. 41). Bagian ini mengisahkan secara singkat masa pemerintahan Yosafat. Tiga fakta utama tampak menonjol: dia memerintah bersama dengan ayahnya Asa; hampir dalam segala hal dia termasuk orang saleh; kesalahannya yang utama adalah mengadakan persepakatan dengan Ahab Raja Israel.

Yosafat seorang raja yang hidup menurut jejak ayahnya yaitu hidup menurut jalan Tuhan dan melakukan apa yang benar di mata Allah. Bahkan Allah menghargai apa yang ia. Selama pemerintahannya, ia berhasil mengadakan reformasi kerohanian bangsa. Hanya apa yang ia lakukan masih ada kekurangan.

Simultan dan tuntas.

Reformasi rohani yang dilakukan Yosafat belumlah total. Ia baru berhasil melakukan reformasi yang dimulai dari dirinya sendiri. Namun reformasi masyarakat secara tuntas belum ia lakukan. Buktinya ia sudah menghapuskan sisa pelacuran bakti, namun ia tidak menjauhkan bukit-bukit pengorbanan, sehingga bangsa Yehuda masih mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit itu. Dalam kehidupan pribadinya, nampaknya Yosafat memilah-milah antara kehidupan rohani dan kehidupan non-rohani yaitu urusan dagang dan politiknya. Dulu ia sengaja bersekutu dengan Ahab untuk memerangi Ramot-Gilead, padahal Allah melarangnya melalui nabi Mikha. Kemudian ia melakukan kerja sama perdagangan dengan Ahazia, anak Ahab yang melakukan apa yang jahat di mata Allah. Allah menegurnya melalui Eliezer dan bencana menimpa kapal-kapalnya. Baru setelah itu ia tidak berani melakukan kerjasama dengan Ahazia.

Kekurangan-kekurangan itu bukanlah hal sepele. Karena berakibat cukup fatal bagi kehidupan keturunannya dan bangsa Yehuda setelah zamannya. Yoram anak Yosafat ternyata tidak hidup menurut jalan ayahnya. Ia membunuh saudara-saudara kandungnya dan melakukan apa yang jahat di mata Allah. Walaupun tidak dikatakan sebagai akibat langsung dari kekurangan Yosafat, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa karena Yosafat serba tanggung di dalam melakukan reformasi kerohanian, sehingga tidak mampu memberikan fondasi yang kuat bagi kehidupan kerohanian keluarga dan masyarakat. Yang diutamakan hanyalah kehidupan rohani pribadinya. Ia mengabaikan kehidupan rohani keluarga dan masyarakatnya.

Betul, pembenahan kerohanian pribadi adalah penting, namun yang tidak kalah penting adalah pembenahan rohani keluarga dan masyarakat. Hal ini harus dilakukan secara simultan dan tuntas, agar memberikan pondasi yang kuat bagi keluarga kita dan generasi mendatang.

KELUARGA YANG BAIK DIMULAI DENGAN CINTA, DIBANGUN DENGAN KASIH SAYANG, DAN DIPELIHARA DENGAN KESETIAAN.

#Salam_WOW

Sabda Bina Diri (hari ke 109), Kamis, 5 Oktober, 1Raja-Raja 13:23-34



HUKUM TABUR TUAI
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Kasih sayang tak hanya ditunjukkan oleh sanjungan dan pujian, tetapi juga teguran atas kesalahan dan kelalaian.

Hukuman adikodrati

Ayat 24 berbunyi: “Orang itu pergi, tetapi di tengah jalan ia diserang seekor singa dan mati diterkam”. Singa masih mengembara mencari mangsa di sekeliling Betel dan kadang-kadang menerkam pejalan kaki yang tidak waspada. Namun supaya bisa diketahui bahwa peristiwa ini memang merupakan sebuah hukuman adikodrati dan bukan kecelakaan biasa, singa itu sesudah menerkam sang nabi tidak merobek-robek tubuhnya dan juga tidak membunuh keledai jinak yang ditunggang sang nabi, tetapi hanya berdiri tegak dengan tenang seakan-akan dilarang bergerak oleh kekuatan ilahi.

Dalam pada itu, ayat 26 mengatakan: “Dialah abdi Tuhan yang telah memberontak terhadap titah Tuhan”. Sekalipun nabi yang berbohong tadi tidak menderita hukuman yang kelihatan, kepedihan nuraninya pastilah hebat ketika dia menyadari bahwa dia telah mendatangkan kematian seseorang dengan cara mengajaknya melakukan ketidaktaatan.

Penghakiman dan berkat.

Tragedi yang menimpa abdi Tuhan dari Yehuda ini paling tidak akan mengundang dua pemahaman yang agak sumbang yaitu, pertama bahwa Tuhan tidak adil. Dosa abdi itu dianggap relatif kecil bila dibandingkan dengan dosa Yerobeam, tetapi mengapa harus dihukum tanpa peringatan terlebih dahulu? Pemahaman kedua adalah bahwa abdi Tuhan ini memang "bernasib" naas karena sudah menahan lapar, berhasil menolak godaan yang besar, tetap harus kalah karena kebohongan dan makan malam yang sebetulnya memang ia butuhkan.

Namun itu semua adalah pemahaman yang tidak komprehensif dan tidak berdasarkan persepsi Tuhan. Sang abdi Tuhan memang menerima hukuman yang tragis karena ketidaktaatannya, yaitu mati diterkam singa dan mayatnya dicampakkan di jalan untuk beberapa lama. Itu adalah sebuah kematian yang sangat hina bagi siapa saja. Walau demikian, di balik kematian tragisnya terkandung berita penghakiman bagi orang yang menerima anugerah karena bertobat dan orang yang akan tetap menerima hukuman Tuhan karena tidak mau meresponi secara benar panggilan pertobatan Tuhan (ay. 33-34).

Nabi tua itu, walaupun tidak dikatakan secara eksplisit, melihat bahwa abdi Tuhan itu benar dan ia ingin seperti dia. Buktinya ia ingin dikuburkan bersama abdi Tuhan itu. Dengan kata lain, kematian abdi Tuhan itu membawa berkat bagi nabi tua itu. Sebaliknya, bagi Yerobeam kematian abdi Tuhan itu memukul genderang kematian bagi Yerobeam dan keluarganya. Yerobeam tidak bertobat, malah semakin berbuat dosa. Itulah paradoks kematian tragis abdi Tuhan itu. Di satu sisi, kematian itu seakan-akan sia-sia dan hina, di sisi lain mengandung nilai mulia karena dipergunakan Tuhan bagi kepentingan umat lainnya. 

Dengan demikian, kita tidak bisa menghakimi seseorang karena penderitaan atau hukuman yang harus dialami. Semua peristiwa yang menimpa kehidupan anak-Nya harus ditempatkan pada misi keselamatan Tuhan bagi manusia secara menyeluruh.
Renungkan hal ini: “Lihatlah setiap peristiwa kegagalan dan keberhasilan di dalam kehidupan kita dan orang lain dalam perspektif bahwa Tuhan mampu mempergunakannya untuk mendatangkan berkat bagi orang lain dan menegaskan penghakiman bagi mereka yang memang bersalah. Tugas kita adalah menegurnya dan bukan menghakiminya”.

ADA AKIBAT KARENA ADA SEBAB. APA YANG KITA TABUR, ITULAH YANG AKAN TUAI.

#Salam_WOW


Sabda Bina Diri (hari ke 108), Rabu, 4 Oktober, 1Raja-Raja 13:1-10


KASIH DAN KEADILAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Berbuat tidak adil lebih memalukan dari pada menderita ketidakadilan (Plato).

Hubungan sosial.

Dalam bacaan kita nampak Tuhan menyatakan kasih-Nya dengan mengirim abdi-Nya dari Yehuda (Yerobeam berada di Kerajaan Utara, Israel). Memberikan tanda-tanda seperti mezbah yang pecah (ay. 3, 5) dan tangan Yerobeam yang menjadi kejang (ay. 4). Sebenarnya Yehuda saja membatalkan persiapan untuk menyerang Yerobeam, tetapi sekarang Tuhan justru mengirim abdi-Nya dari Yehuda untuk memperingatkan Yerobeam agar bertobat. Itu semua dilakukan sesudah Yerobeam melakukan dosa yang begitu menjijikan di hadapan Tuhan.

Dalam pada itu, Yerobeam mengundang Abdi Tuhan itu kerumahnya (ay. 7). Undangan Yerobeam mungkin memiliki tujuan ganda: undangan itu bisa merupakan sebuah cara untuk meminta maaf atas usahanya menangkap sang abdi Allah; tetapi bisa juga merupakan sebuah usaha untuk mengelak atau setidak-tidaknya memperlunak hukuman yang telah diucapkan tadi. Tapi Abdi Tuhan itu menolak undangan Yerobeam dan berkata: “Sekalipun setengah dari istanamu kauberikan kepadaku, aku tidak mau singgah kepadamu (ay. 8). Berpegang pada perintah Tuhan, sang abdi Tuhan menolak dengan alasan dirinya secara tegas telah diperintahkan untuk tidak boleh makan atau minum ketika berada di Betel. Hubungan sosial semacam itu bisa saja memberikan kesan kepada bangsa tersebut bahwa hukuman yang diberitakan oleh abdi Tuhan itu berhasil dihindarkan atau setidaknya dikurangi.

Selaraskan tindakan kasih dan keadilan bagi siapa pun

Kasih dan keadilan bisa dikatakan seperti minyak dan air yang tidak dapat disatukan dalam kehidupan manusia. Di mana kasih berbicara keadilan diamputasi. Tampaknya kedua nilai itu saling bertentangan. Namun di dalam Tuhan, kedua nilai itu menyatu tanpa salah satunya mengalami distorsi (penyimpangan) makna.

Insiden yang terjadi dalam perikop ini merupakan suatu bukti bahwa kedua nilai itu dapat dinyatakan oleh Tuhan secara bersamaan tanpa distorsi nilai. Tuhan begitu membenci dosa Yerobeam. Tuhan secara tegas melarang abdi-Nya untuk makan atau minum apa pun di tempat Yerobeam. Sikap ini menunjukkan keadilan Tuhan bahwa yang berdosa tidak akan menerima konsekuensinya.

Tuhan secara obyektif menempatkan setiap nilai pada porsinya, dan tetap melihat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang Ia kasihi dan tidak membiarkan adanya nafsu, emosi, dan unsur subyektifitas yang menjadi katalisator bagi membaurnya kedua nilai itu sehingga keduanya menjadi bias. Dalam diri manusia, unsur emosi dan subyektifitas selalu berperan paling dominan dalam mengambil sikap terhadap orang yang melakukan dosa, sehingga berakibat salah satu nilai itu harus dikorbankan.  

Setiap kita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang juga sebagai obyek kasih Tuhan, jadi selaraskan tindakan kasih dan keadilan bagi siapa pun. Karenanya, kasih dan keadilan seharusnya berjalan seiring.

HANYA KEBENARAN YANG BISA MENGHADAPI KETIDAKADILAN. KEBENARAN ATAU KASIH.

#Salam_WOW (Pkh. 12:10)

Sabda Bina Diri (hari ke 105), Minggu, 1 Oktober, 1Raja-Raja 9:1-9


PENSIUN KERJA, YES. PENSIUN MELAYANI, NO!
Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th

Setiap orang ada masanya. Setiap masa ada orangnya.
Penampakan kedua kalinya.

Penulis Kitab 1 Raja-Raja  bercerita sekitar 120 tahun masa pemerintahan Salomo, selama 40 tahun (970-930 SM), dan sekitar 80 tahun sejarah kerajaan yang terpecah (sekitar 930-852 SM). Sementara, bagian bacaan kita, menunjukkan, Tuhan menampakkan diri kepada Salomo untuk kedua kalinya (ay. 1-3). Pasal ini membahas janji dan peringatan. Penampakan Tuhan yang pertama kepada Salomo terjadi di Gibeon.

Penampakan kedua kalinya kepada Salomo ini, terjadi pada tahun ke-24 pemerintahannya, saat ia sedang berada pada puncak kejayaannya, karena ia berhasil membuat segala yang diinginkannya. Mengapa Tuhan perlu memberikan perintah-Nya yang sama, yakni Salomo harus tetap setia dan taat kepada-Nya? Tidak lain dan bukan karena tujuan hidup dan eksistensi bangsa Israel akan terjungkir balik (ay. 6-9), jika Salomo sebagai rajanya tidak setia dan taat kepada Tuhan.

Ketika sampai dipuncak, yang tersisa hanyalah jalan turun.

Keadaan Salomo pada saat itu sangat nyaman dan tenang baik secara jasmani dan rohani. Tidak ada yang tidak dapat ia gapai di masa kejayaannya. Kekayaan, kepandaian, kemasyhuran, bahkan istri dan gundik yang banyak pun telah ia peroleh. Bait Tuhan yang megah sudah ia bangun dan tahbiskan. Namun justru dalam keadaan yang demikian, firman Tuhan yang berisi peringatan datang kepadanya. Masa kejayaan dapat membawa Salomo pada persimpangan jalan yang menurun, antara tetap setia kepada Tuhan dan mengakui kedaulatan-Nya, atau menjadi Tuhan atas dirinya sendiri karena segala yang diinginkan bisa ia dapatkan. Dengan kata lain Salomo berada dalam pilihan hidup yang sulit.

Salomo harus kembali diingatkan bahwa makna dan tujuan hidupnya tergantung kepada Tuhan. Selama ia mempunyai hidup yang berporos kepada Tuhan, taat dan setia kepada-Nya, maka takhta dan kerajaan Israel akan tetap kokoh. Hal ini sangat berhubungan dengan makna dan tujuan hidup seorang raja, yaitu ia hidup untuk membawa rakyatnya menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Kebenaran sejati yang patut kita renungkan adalah bahwa masa kejayaan seseorang bisa berarti masa kritisnya, karena ia berada di simpang jalan. Persimpangan ini bisa kita lewati dengan baik jika hidup kita tetap berpusat pada Tuhan. Hal itu bergantung cara pandang hidup dan pelayanan kita, yaitu, siapa kita di hadapan Tuhan.

Tak ada pensiun dalam melayani.

Ketika pesawat kami mendarat di bandara Cengkareng, tepuk tangan meriah muncul dari antara sekelompok karyawan perusahaan penerbangan. Kami merasa hal itu agak tidak biasa terjadi, sampai akhirnya kami diberi tahu bahwa sang pilot baru saja menyelesaikan penerbangan yang terakhir dalam kariernya. Ia akan pensiun besok, dan saat itu rekan-rekannya mengungkapkan kebahagiaan mereka untuknya.

Bagi banyak orang, pensiun berarti mengerjakan apa yang selama ini selalu ingin mereka kerjakan: memancing; bermain gaple; bepergian. Orang-orang yang lain bekerja keras agar dapat pensiun lebih awal, sehingga mereka dapat menikmati buah dari kerja keras mereka selagi masih muda dan sehat.

Kita, pengikut Kristus harusnya melihat masa pensiun secara berbeda. Dalam hati kita harus ada tekad, begini: “Malam ini saya akan tidur. Besok pagi, jika Tuhan masih memberi saya kehidupan, saya akan bangun dan melayani-Nya.” Tujuan hidup kita satu-satunya adalah untuk memuliakan Kristus. Selalu ada pekerjaan yang dapat dilakukan bagi Tuhan. Sepanjang kita hidup, Kristus dapat bekerja di dalam dan melalui kita. Bagi kita, tidak ada masa pensiun dalam melayani. Pensiun dari pekerjaan, niscaya. Pensiun dari melayani Kristus, tak kan pernah!

JANGAN PERNAH MERASA SUDAH TIBA DIPUNCAK PELAYANANMU. JANGAN. KARENA SETELAHNYA HANYA ADA JALAN TURUN. TAK ADA KATA “TURUN” DALAM PELAYANAN.

#Salam_WOW (Pkh. 12:10)