Senin, 31 Juli 2017

Sabda Bina Diri - SENIN, 31 Juli 2017 (Titus 2:1-2)



INGIN BIJAK? BELAJARLAH DENGAN MENGAJAR.
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Hanya ada dua profesi didunia ini. Pengajar dan profesi lainnya. Mengajar menciptakan semua profesi.

Sehat dalam iman.

Dalam Nas ini Paulus mengingatkan Titus agar memberitakan apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat (ay. 1). Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana (ay. 2) janganlah berpikir bahwa kemerosotan tubuh jasmani, yang mereka rasakan di usia tua, bisa memberi mereka alasan untuk berbuat melewati batas dan tidak perlu. TERHORMAT, sikap sembrono atau main-main tidak pantas bagi siapa pun, tetapi terutama bagi orang-orang yang tua. Mereka seharusnya sabar dan tenang, terhormat dalam kebiasaan, perkataan, dan tingkah laku. Terlalu menyolok dalam berpakaian, ceroboh dan sombong dalam bertingkah laku, betapa tidak pantasnya pada umur mereka!

BIJAKSANA, tenang dan hati-hati, orang yang mengendalikan dengan baik keinginan dan kesenangan-kesenangannya, sehingga tidak mudah terdorong olah hal-hal tersebut untuk melakukan apa pun yang jahat atau tidak pantas. SEHAT DALAM IMAN, tulus dan setia, tetap berpegang kepada kebenaran Injil, tidak tergila-gila pada hal-hal baru, ataupun mudah bergabung dengan pandangan-pandangan atau kelompok-kelompok yang rusak, ataupun dialihkan oleh dongeng-dongeng atau adat istiadat Yahudi atau kepikunan rabi mereka. Orang-orang yang berumur banyak seharusnya memiliki banyak kemurahan hati dan kebaikan, batinnya semakin diperbaharui dan lebih diperbaharui lagi sementara tubuhnya mengalami kemerosotan. Dalam kebaikan kepada sesama. Ajarkan mereka seperti itu, kata Paulus kepada Titus.

Ajarkanlah.

Tahukah kita bahwa ajaran sangat mempengaruhi tingkah laku umat? Ajaran yang baik dan benar kemungkinan akan membentuk pribadi yang baik, tetapi ajaran yang salah mempunyai peluang besar untuk menciptakan pribadi yang bermasalah.

Sebagai Pendeta, Gembala, Penatua-Diaken, Pelayan Kategorial dll, kita adalah pengajar. Sama seperti Titus. Seorang pengajar yang mengajar tanpa menginspirasi muridnya dengan keinginan untuk belajar adalah seperti menempa besi dingin. Pengajar yang baik, ibarat lilin. Membakar dirinya sendiri demi menerangi jalan orang lain.

Kita yang menerima ajaran dari pengajar adalah pembelajar. “Ada empat jenis pembelajar: pertama, si dungu yang tetap dungu. Kedua, si dungu yang menjadi bijak. Ketiga, si bijak yang menjadi dungu. Dan keempat, si bijak yang tetap bijak.”

Yang manakah kita?

APAKAH AJARAN DARI TUHAN TELAH MEMBENTUK PRIBADI KITA? SUDAHKAH AJARAN TUHAN DIPERMULIAKAN MELALUI KEHIDUPAN KITA? GUMULI ITU SENANTIASA DALAM HIDUP DAN KEHIDUPAN KITA.

#Salam_WOW

Sabda Bina Diri - Selasa, 1 Agustus 2017 (Titus 2:6-10)


YANG MUDA YANG MELAYANI
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Tuhan memiliki dua tempat tinggal. Satu di Sorga, dan yang lainnya ada di hati orang muda yang rendah hati dan lemah lembut.

Penguasaan diri dalam ketertundukkan.

Bacaan kita mengajak orang muda menguasai diri dalam segala hal (ay. 6). Sebab Mereka cenderung tidak sabar dan mudah marah, kurang pertimbangan dan tergesa-gesa. Oleh karena itu mereka harus benar-benar dituntut dan dinasihati supaya penuh pertimbangan, tidak gegabah. Mereka harus dengar-dengaran dan patuh, tidak keras hati dan keras kepala, rendah hati dan lemah lembut, tidak sombong dan angkuh. Anak muda harus menjadikan dirinya teladan dalam berbuat baik (ay. 7).

Dalam pada itu, Hamba-hamba tidak boleh berpikir bahwa keadaan mereka yang hina dan rendah membuat mereka tidak mendapatkan perhatian Allah atau bebas dari kewajiban-kewajiban dari hukum-hukum-Nya (ay. 9-10). Atau bahwa, karena mereka adalah hamba manusia, maka mereka dibebaskan dari tugas melayani Allah. Tidak. Hamba-hamba harus mengetahui dan melakukan kewajiban mereka kepada tuan-tuan mereka di bumi, namun dengan mata tertuju kepada Tuan mereka di sorga.

Bukan melayani manusia.

Ada banyak orang muda yang terpanggil melayani. Tapi mereka jatuh lebih karena keangkuhan daripada karena dosa lain mana pun. Orang muda harus berperilaku terhormat dan bijaksana dalam sikap dan tingkah laku mereka. Jangan merasa unggul karena kemudaannya lalu menyepelekan pelayanan. Jangan karena unggul dalam pengetahuan lalu tak mau mendengarkan nasihat mereka yang lebih unggul pengalaman karena lebih tua.

Sebaliknya, orang muda yang melayani adalah hamba Tuhan bukan hamba manusia. Karenanya, jangan merasa hina dan rendah diri. Orang muda yang melayani adalah melayani dengan mata tertuju hanya kepada Tuhan. Bukan kepada manusia. Jangan melayani manusia. Layanilah Tuhan.

TUHAN TIDAK PERNAH MEMPERTANYAKAN KEMAMPUAN ATAU KETIDAKMAMPUAN KITA, MELAINKAN KESEDIAAN KITA UNTUK MELAYANI.

#Salam_WOW

Sabtu, 29 Juli 2017

Sabda Bina Diri - Minggu, 30 Juli 2017 (Titus 1:5-11)

SATUNYA HATI DAN TINDAKAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Tiga hal penting dalam pelayanan adalah: Pengetahuan, antusiasme, dan integritas. Integritas adalah melakukan hal yang benar dalam pelayanan, ketika tidak ada orang yang melihat.
Tak ada celah diperguncingkan.

Bacaan kita menceritakan, tugas yang harus diselesaikan oleh Titus adalah menetapkan para penatua (ay. 5). Tentu tidak setiap orang dapat ditempatkan dalam pelayanan itu. Ada kualifikasi yang harus dipenuhi. Karakter dan moral harus berkualitas (ay. 6-7). Orang yang akan dipilih untuk menjadi penatua haruslah orang yang dinilai baik, dari segi perkataan (ay. 9) maupun perbuatan (ay. 8). Ia harus memiliki pemahaman iman yang benar agar dapat mengajar orang lain. Pemahaman itu akan memampukan dia juga untuk mempertanggung-jawabkan iman di hadapan musuh-musuh imannya (ay. 9). Selain kualifikasi diri, kehidupan rumah tangganya pun harus bisa menjadi panutan (ay. 6). Ini akan memperlihatkan bahwa kehidupannya di dalam rumah tangga tidak berbeda dengan kehidupannya di gereja. Pemimpin demikian membuat orang lain tak mungkin dapat mencari celah untuk memperguncingkan dia.

Satunya kata dan perbuatan, satunya hati dan tindakan.

Terkesan berat? Tidak juga! Sebenarnya yang diperlukan adalah integritas diri, yakni satunya kata dan perbuatan, satunya hati dan tindakan. Bila Kita dicalonkan untuk menjadi penatua atau diaken, jangan takut! Ingatlah bahwa banyak orang yang membutuhkan pelayanan Kita. Tuhan, niscaya akan menolong Kita. Bila Kita telah menjadi penatua atau Diaken, tetaplah teguh dalam panggilan Kita. Jangan menunggu siap baru melayani. Melayanilah, maka engkau akan disiapkan.
Suatu hari seorang karyawan diminta membuat laporan palsu di tempat kerjanya. Dengan alasan untuk menyelamatkan reputasi perusahaan dan menjaga agar klien tidak tahu bahwa perusahaannya telah menggelembungkan proyeknya. Pesan atasannya saat itu, "Klien tidak perlu tahu yang sebenarnya terjadi, karena jika mereka mengetahuinya, akan merugikan kita. Jadi kita perlu memberi mereka versi cerita yang lain."

Versi cerita yang lain itu tentu saja sama artinya dengan berbohong, dan karyawan tersebut ditugaskan untuk menjelaskan hal itu pada klien. Selama beberapa jam karyawan tersebut merasa tersiksa, ia harus membuat keputusan mengikuti apa yang diminta atasannya dan apa yang ingin ia lakukan sebagai seorang yang memiliki integritas.

Satu jam sebelum pertemuan dengan klien, ia akhirnya membuat keputusan. Ia menelepon atasannya dan mengatakan bahwa ia tidak bisa berbohong kepada klien, dan bahwa harus ada solusi, lebih baik jujur dalam mengatasi masalah tersebut. Setelah menutup telepon, ia tahu bahwa waktu pemutusan hubungan kerja sudah dekat. Benar saja, ia diminta untuk mencari pekerjaan lain karena ia dianggap tidak cocok dengan budaya perusahaan.

Integritas adalah sifat jiwa yang menunjukkan kesatuan yang utuh antara memiliki potensi dengan memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas adalah Karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin Gereja.

INTEGRITAS YANG SEJATI AKAN MENGHASILKAN BUAH DAN MANFAAT, BAIK BAGI DIRI SENDIRI MAUPUN BAGI ORANG LAIN. TAPI KEPALSUAN HANYA MENDATANGKAN KERUGIAN PADA AKHIRNYA.
 
#Salam_WOW

Jumat, 28 Juli 2017

Sabda Bina Diri - Sabtu, 29 Juli 2017 (Kis.14:21-28)



TABUR LALU PELIHARA
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Memang, empati tidak akan menyelesaikan Masalah.  Tetapi ia akan meringankannya. Sebab, tanpa empati orang menjadi antipati.

Kasihi sampai enggan berpisah.

Bacaan kita memaparkan, Paulus dan rombongan menguatkan hati murid-murid, yakni, mereka menanamkan pada diri murid-murid apa yang pantas untuk meneguhkan mereka (ay. 22). Mereka menetapkan peimpin diantara jemaat dan berpuasa serta berdoa bersama (ay. 23). Mereka memanggil jemaat berkumpul (ay. 27). Banyak orang yang datang pada kesempatan pertama. Ada pula yang datang pada kesempatan berikut. Apa yang mereka lakukan setelah itu? Di situ mereka lama tinggal bersama-sama dengan murid-murid itu (ay 28). Mungkin lebih lama daripada yang mereka niatkan. Ini bukan karena mereka takut pada musuh-musuh mereka, melainkan karena mereka mengasihi sahabat-sahabat mereka dan enggan berpisah dari mereka.

Satu hal penting yang dilakukan Paulus dan Barnabas adalah tetap memelihara pertumbuhan Injil dalam kehidupan jemaat. Mereka tidak hanya menabur lalu pergi. Tetapi mereka tinggal bersama mereka untuk waktu yang tidak sebentar. Paulus dan Barnabas memelihara jemaat.

Bagaimana dengan kita?

Menabur tidaklah lebih mulia dari memelihara. Justru lebih sulit memelihara daripada menabur. Kita yang sudah dipanggil dan diutus mejadi presbiter, pengurus pelayanan kategorial, pengerja, pendeta, hamba Tuhan, jangan berhenti pada peneguhan dan pelantikan saja. Tapi gembalakan dombamu. Pelihara jemaatmu. Jangan hanya aktif diparuh pertama pelayananmu lalu selanjutnya engkau lalai memelihara jemaatmu. Kuatkan hati jemaat, panggil bersekutu, tinggal bersama mereka lebih lama, kasihi mereka seperti sahabat-sahabat terbaikmu. Itulah esensi memelihara.

Persekutuan, pelayanan dan kesaksian memerlukan pemeliharaan kita. Tanpa pemeliharaan akan sia-sia yang kita tabur. Rawatlah dengan kasih dan kepedulian yang besar apa yang telah kita tabur. Itulah yang kita namakan: “memelihara”.

TUHAN TELAH LEBIH DAHULU MEMELIHARAMU. KARENANYA, PELIHARALAH JEMAATMU, DOMBAMU.
#Salam_WOW

Sabda Bina Diri - Jumat, 28 Juli 2017 (Kis.14:8-13)



BERHALA KEKINIAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Berhala adalah dewa atau sesuatu yang didewakan yang disembah dan dipuja. Hawa nafsu kita adalah induk dari segala berhala.

Pikiran sia-sia yang menyesatkan.

Bacaan kita menceritakan: ‘Penyembuhan ajaib yang diadakan Paulus di Listra atas seseorang yang sudah lumpuh sejak lahir’. Keadaan orang lumpuh itu menyedihkan, Kakinya lemah, cacat (ay. 8). Harapan timbul dalam dirinya untuk mendapat kesembuhan Ia mendengar Paulus berkhotbah, dan, ada kemungkinan, sangat tersentuh oleh apa yang didengarnya (ay. 9). Paulus, karena melihat bahwa ia beriman dan dapat disembuhkan, menyampaikan firman dan menyembuhkan dia (ay. 10).

Orang banyak menyangka Paulus dan Barnabas sebagai dewa. Mereka itu berseru kegirangan, dalam bahasa mereka sendiri, bahasa Likaonia, “Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia” (ay. 11). Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, utusan para dewa (ay. 12). Lihatlah betapa mudahnya pikiran yang sia-sia terbawa oleh seruan orang banyak. Ketika orang ramai berseru, di sini ada Zeus, maka imam Zeus pun langsung menanggapinya, dan segera menawarkan pelayanannya (ay. 13).

Jangan salah kaprah mengartikan pemeliharaan Tuhan.

Saksi-saksi Kristus yang setia kepada Injil dan yang Tuhan urapi pasti mengalami wibawa, pengaruh, dan kuasa dalam berbagai bentuk. Hal-hal tersebut akan dirasakan oleh pihak lain. Namun karena sistim kepercayaan yang berbeda, tafsiran orang yang bukan Kristen tentang kuasa dalam pelayanan para saksi Kristus sangat mungkin salah. Mereka menyangka berhalalah yang menyembuhkan hidup si lumpuh.

Dalam keseharian hidup beriman kita, salah kaprah kerap terjadi: Menganggap promosi jabatan karena dekat dengan atasan; Nilai baik di sekolah karena guru dan dosen berhasil kita pikat; Bonus dan komisi besar diraih karena kita lihai menjual; Menganggap tidak pernah celaka di jalanan karena kita mahir mengemudi.

Hari baik, bulan baik dan kebaikan-kebaikan berdasar bintang, zodiac, ilmu tata letak dan ilmu keberuntungan, kita berhalakan. Mengangap itu adalah pemberi kenyamanan hidup kita. Tidak! Bukan itu. Tuhanlah pemeliharamu. Ia memeliharamu dalam setiap langkah dan semua keberhasilan hidupmu. Bukan yang lain. Jangan salah kaprah.

KALAU ENGKAU MENGIRA KEBERHASILAN HIDUPMU KARENA BERHALA, BUKAN KARENA TUHAN, ITU SALAH KAPRAH. SAYA TIDAK.

#Salam_WOW

Sabda Bina Diri - Kamis, 27 Juli 2017 (Kisah Para Rasul 13:50-52)



KAU TOLAK AKU SUKACITA
Oleh: Reinhard Samah Kansil

Calvin berkata: “Anda harus tunduk kepada penderitaan tertinggi dalam rangka untuk menemukan penyelesaian sukacita”. Dalam dunia yang sedih, masukilah dengan sukacita. Kita tidak bisa menyembuhkan kesedihan dunia, tapi kita bisa memilih untuk hidup dalam sukacita.

Pikul penghinaan lanjutkan pelayanan.

Dalam bacaan ini diberitahukan kepada kita, bagaimana orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu mengusir Paulus dan Barnabas keluar dari negeri itu. Mula-mula mereka memalingkan muka dari kedua orang itu, dan kemudian mengangkat tumit terhadap mereka (ay. 50): Mereka menimbulkan penganiayaan atas Paulus dan Barnabas, menghasut orang banyak agar menganiaya keduanya dengan cara mereka, yakni menghina Paulus dan Barnabas sementara mereka melintas di jalan.
Kemudian Paulus dan Barnabas Mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang itu. Ketika meninggalkan kota, mereka melakukan ini di depan orang-orang yang sedang duduk di pintu gerbang (ay. 51). Apa yang terjadi selanjutnya? Ayat 52 mengatakan: Dan murid-murid, ketika melihat betapa Paulus dan Barnabas dengan berani dan bersukacita bukan saja memikul penghinaan yang ditimpakan kepada mereka, melainkan juga melanjutkan pelayanan, mereka juga terdorong untuk berbuat serupa.
Terus bersaksi walau ditolak.
Orang Kristen dan gereja di Indonesia mengemban panggilan untuk bersaksi. Kita perlu belajar bersaksi yang memperhatikan konteks dan dengan cara yang dialogis bukan konfrontatif. Namun, jika semua faktor itu sudah kita pertimbangkan dan tetap terjadi penolakan bahkan perlawanan, terimalah itu sebagai sifat Injil yang memang selalu membawa akibat positif dan negatif. Jangan merasa gagal, takut, dan malu bila ditolak. Kita harus terus bersaksi kepada lebih banyak orang yang belum berkesempatan mendengar Injil.
Saya memahami benar perasaan dan pengalaman Paulus di tolak. Saya juga ditolak berkhotbah pada ibadah Minggu di Gereja saya sendiri. Tetapi saya tetap bersukacita dan melanjutkan pelayanan. Puji Tuhan saya diminta berkhotbah dibanyak Gereja lain. Saya memahami benar pikiran Paulus atas perlakukan yang diterimanya. Sayapun ditolak mengajar kelas katekisasi di Gereja saya. Tapi saya tetap bersukacita dan melanjutkan pelayanan saya. Puji Tuhan, saya dapat mengajar tiga kelas Alkitab dan satu kelas online dengan murid yang cukup banyak serta diminta mengajar sebuah sekolah teologi selain kelas PAK di Universitas besar di Jakarta yang sudah lama berlangsung.
SUKACITA ADALAH BENTUK PALING SEDERHANA SEDERHANA DARI UCAPAN SYUKUR. LANJUTKAN PELAYANANMU DAN TETAPLAH SEMANGAT.

#Salam_WOW


.