Selasa, 10 Juli 2018

Sabda Bina Diri (Hari ke 270) Jumat, 18 Mei 2018, Kolose 3:15-17

BERDAMAI DENGAN AMARAH DIRI
Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th


Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu.

Bacaan kita hari ini berisikan ajakan Rasul Paulus kepada Jemaat di Kolose untuk: 1) Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hati mereka; 2) Membiarkan perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara mereka; 3) Segala sesuatu yang mereka (dan kita) lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus.


Berdamai
Maksud dari ayat 15: “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu”, adalah Allah dalam keadaan berdamai dengan kamu, dan kamu merasa nyaman bahwa Dia menerima dan berkenan kepadamu. Atau, suatu kecenderungan untuk berdamai di antara kamu sendiri, suatu roh yang penuh damai sejahtera, yang menjaga perdamaian, dan memperdamaikan. Ini disebut damai sejahtera Kristus, karena ini merupakan karya-Nya di dalam semua orang yang adalah milikNya.

Injil adalah perkataan Kristus, yang telah datang kepada kita. Namun, datang saja tidak cukup, Injil juga harus diam di antara kita (ay. 16). Kita harus mengambil semua perintah dan arahan kita dari Injil. Injil harus diam di antara kita. Maksudnya, Injil harus selalu ada dan tersedia bagi kita di dalam segala keadaan, dan memiliki pengaruh dan kegunaan yang tepat. Kita harus mengenal Injil secara akrab.

Dalam pada itu, segala sesuatu harus dilakukan di dalam nama Kristus (ay. 17 ). Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, menurut perintah-Nya dan sesuai dengan kekuasaan-Nya, melalui kekuatan yang diturunkan dari Dia, dengan mata yang tertuju pada kemuliaan-Nya, dan bergantung pada kebaikan-Nya untuk menerima apa yang baik dan mendapatkan ampunan bagi apa yang salah. Sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.


Amarah
Alkisah, ada seorang ibu yang sulit menaikkan Doa Bapa Kami. Sebabnya, ia tak sudi mengampuni. Semula ia bangga memiliki suami yang setia. Belakangan, ketika sang suami mendadak meninggal karena serangan jantung, baru terkuak sisi gelap hidupnya. Rupanya, sudah lama ia selingkuh. Ibu itu sangat kaget. Rasa kehilangannya berubah menjadi kebencian. Ia sulit mengampuni meski suaminya telah pergi.
Tanpa pengampunan, kesalahan yang kita atau orang lain perbuat akan menjadi sampah di hati. Jika dibiarkan, baik yang berbuat salah atau yang terluka sama-sama menderita. Saudara-saudara Yusuf bertahun-tahun memendam rasa bersalah karena telah merusak hidup Yusuf. Ketakutan membayangi mereka: kelak Yusuf pasti balas dendam! Nyatanya, Yusuf sama sekali tak menyimpan dendam.

Hari-hari ini kita menyimpan amarah besar atas gugurnya banyak anak Tuhan, yang bahkan hendak beribadah, akibat teroris. Kita pun menangis haru. Amarah menyelimuti kita. Beban berat ditanggung keluarga korban (dan kita). Kita sudah berusaha hebat untuk hidup damai di lingkungan yang tidak berdamai. Tapi segalanya menjadi gelap dan teror merajalela.

Dalam hidup bersama, ada saatnya kita disakiti. Itu tak terhindarkan. Yang penting, apa yang kita perbuat sesudahnya; memilih untuk membiarkannya lalu hidup dalam dendam atau mengupayakan perdamaian? Hanya dengan berani mengakui dan mengampuni, kita bisa merasakan indahnya pemulihan.

Wenny Angelina ibunda almarhum Evan dan Nathan berani berdamai dan mengampuni pembunuh anaknya. Kitapun harus berani mengampuni. Ampunilah mereka. Berdamailah kita dengan amarah kita!

ORANG YANG HATINYA MUDAH MENGAMPUNI
MAMPU MENGHADIRKAN SURGA DI BUMI

#Salam_WOW


Tidak ada komentar:

Posting Komentar