Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th
Janganlah saling menghakimi! Jangan membuat saudara kita jatuh atau tersandung!
Dalam bacaan kita hari ini, Rasul Paulus
mengarahkan perilaku kita satu sama lain dalam hal-hal kudus, yang lebih
berkaitan langsung dengan hati nurani dan agama, yang harus kita jalani sebagai
anggota jemaat. Secara khusus, Paulus memberikan ketetapan mengenai cara
mengatasi perbedaan di dalam hal-hal sepele. Tampaknya di kalangan orang
Kristen Roma waktu itu, ada sesuatu tidak beres, sehingga di sini dia berusaha
mengaturnya.
Batu
Jika ada
sesuatu yang sebenarnya sepele, yang sebenarnya bukan dosa jika dilakukan,
namun kita menganggapnya dosa jika melakukannya, maka itu menjadi dosa bagi
kita, meskipun tidak demikian bagi
orang lain (ay. 14). Karena kita bertindak melawan hati nurani kita sendiri, meskipun
hati nurani kita sebenarnya keliru. Mengapa kita harus menghabiskan tenaga (ay. 17-18) demi mengikuti atau menentang
perkara-perkara yang sangat remeh dan tidak penting untuk ibadah?
Sebab itu marilah kita mengejar apa yang
mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun (ay. 19). Kita harus mengusahakan kedamaian bersama. Banyak orang
berharap ada damai dan banyak bicara tentang hal tersebut tetapi tidak
melakukan hal-hal yang mendatangkan damai malah yang sebaliknya. Kita tidak
selalu mendapatkan damai karena banyak yang suka perang tetapi Allah Sang Damai
akan menerima kita jika kita mengusahakan hal-hal yang mendatangkan damai,
yaitu, jika kita melakukan bagian usaha kita.
Kita
harus mengusahakan sikap saling membangun. Mengusahakan damai membuka jalan
bagi sikap saling membangun. Kita tidak bisa saling membangun satu sama lain
jika kita saling bertengkar dan berbantahan. Ada banyak cara yang bisa kita
lakukan untuk saling membangun, jika kita benar-benar serius terhadap hal ini,
yaitu dengan nasihat, teguran, petunjuk dan teladan yang baik, yang tidak hanya
membangun diri sendiri tetapi juga satu sama lain dalam iman kita yang paling
kudus. Kita adalah bangunan Allah, bait Allah, dan perlu dibangun. Oleh karena
itu kita harus terus mengusahakan pertumbuhan rohani satu sama lain. Tidak ada
orang yang begitu kuat atau begitu lemah sehingga mereka tidak bisa dibangunkan
dan ketika kita membangun orang lain, kita mendatangkan keuntungan bagi diri
kita sendiri.
Sandungan
Alkisah, seorang anak muda yang
mempunyai temperamen tinggi. Seringkali karena hal-hal sepele, dia mudah tersinggung
dan marah, bahkan bila perlu berkelahi dengan orang lain yang dianggap telah
menghinanya. Orangtuanya berkali-kali menasihati agar belajar bersabar
dan mau mengerti orang lain, tetapi si anak tidak menggubris dan menganggapnya
sebagai angin lalu.
Suatu hari saat
berkendara di jalan raya, sepeda motor yang dikendarai bersama temannya
dilanggar oleh orang lain. Sifat pemarahnya pun muncul. Dengan perasaan
jengkel, segera saja motor itu dikejar dan dipepet dengan tingkah sok jagoan.
Merasa dirinya menang, saat menyaksikan orang tadi meminggirkan motornya, dia
pun tancap gas sambil tertawa terbahak-bahak.
Tidak lama kemudian
terdengar teriakan nyaring disertai bunyi benda terjatuh keras. Rupanya karena
tidak konsentrasi pada jalanan, terjadilah kecelakaan yang melukai dirinya
sendiri serta teman yang dibonceng. Akibat kecelakaan itu, teman yang dibonceng
terpental dan mengalami luka yang cukup parah. Dia sendiri hanya mengalami luka
ringan, sedangkan motornya rusak tidak karuan.
Saat menengok teman yang
dirawat di rumah sakit, dia berjumpa dengan orangtua temannya. Dengan tersipu
malu dia berkata, “Maafkan saya Pak, Bu. Saya yang mengendarai dan merusakkan
motornya, serta mencelakai Anto. Semua salah saya. Saya akan berusaha meminta
orangtua saya untuk membantu biaya perbaikan motor dan biaya perawatan di rumah
sakit ini.”
Ayah si teman menjawab
dengan sabar, “Anak muda. Bapak tidak mempermasalahkan biaya rumah sakit dan
perbaikan motor. Walaupun harus mengeluarkan uang, itu semua bisa diselesaikan.
Yang penting, kita harus bersyukur karena kalian selamat dan hanya mengalami
luka-luka yang tidak membahayakan nyawa.
Bapak hanya ingin
mengingatkan kepada kalian, bahwa hidup ini adalah berkat! Berkat yang tidak
boleh disia-siakan oleh siapapun. Maka paling sedikit, berusahalah bermanfaat
bagi dirimu sendiri. Jika kalian merasa belum bisa menjadi berkat bagi orang
lain, ya setidaknya cobalah jangan menjadi batu sandungan untuk orang lain.
Dengan berkendaraan ugal-ugalan, bukan hanya tidak menghargai berkat yang
diberikan Yang Maha Kuasa, kalian juga telah menjadi batu sandungan bagi
kehidupan orang lain. Itu sungguh hidup yang sia-sia. Bapak tidak ingin kalian
menjadi orang seperti itu. Harap kalian mengerti.”
Himpitan beban
kehidupan, sering kali membuat manusia sekarang ini mudah tersinggung dan sibuk
mengumbar emosi. Semakin arogan terasa semakin hebat. Apalagi jika bisa
menindas orang lain, akan merasa dirinya jagoan. Perlu diingat, bila belum mampu menjadi berkat bagi
orang lain, setidaknya jangan menjadi batu sandungan bagi sesama.
SETIAP DETIK DARI HIDUP KITA BISA MENJADI KESAKSIAN YANG MANIS,
SEBALIKNYA BISA PULA MENJADI BATU SANDUNGAN BAGI ORANG LAIN.
#Salam_WOW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar