KEMULIAAN DI TITIK NADIR
Oleh: Reinhard Samah Kansil
Mereka
yang bernafsu memiliki semua. seringkali berakhir dengan tidak memiliki
apa-apa.
Kekalahan mutlak.
Bacaan kita, khususnya ayat 17, tertulis:
“Jawab
pembawa kabar itu: "Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang
Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua
anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Tuhan sudah dirampas”. Ayat
ini melukiskan dengan baik gaya klimaks dari Nas kita. Keempat pokok
(pertempuran Israel, pembantaian umum, kematian putra-putra Eli dan perampasan
tabut perjanjian) disajikan menurut arti yang makin meningkat bagi Eli.
Kemudian
daripada itu, setelah mendengar kematian mertuanya dan tabut Tuhan telah
dirampas, isteri Pinehas, yang hamil tua. duduk berlutut, lalu bersalin, sebab
ia kedatangan sakit beranak (ay. 19). Lalu ia menamai anaknya Ikabod, yang
artinya telah hilang kemuliaan Tuhan (ay. 21). Kata Ikabod ini bisa berarti
"bobot," yang dipakai secara kiasan untuk menunjukkan reputasi dan
martabat. "Kemuliaan" juga
dipakai sebagai kata yang berarti Tuhan. Di sini artinya, "Di manakah Tuhan?"
Orang
Ibrani sering kali tidak bisa membedakan antara kehadiran Tuhan dan lambang-lambang
religius dari kehadiran-Nya. Tuhan berada di mana benda-benda kudus itu berada.
Ketika tabut perjanjian itu dirampas, Tuhan dianggap juga pergi dari Israel.
Pada tahun-tahun kemudian, para nabi Israel menandaskan bahwa Tuhan menyertai
umat-Nya baik pada saat mereka dihajar maupun pada saat mereka diberkati.
Itulah pertanyaan yang muncul ketika Israel dikalahkan Filistin. Pertanyaan yang tepat sekali bila membuat mereka introspeksi, merendahkan diri di hadapan Tuhan dan bertobat. Kesimpulan mereka sebenarnya sudah benar. Mereka kalah sebab Tuhan tidak menyertai. Namun jalan keluar yang diambil salah besar. Mereka berpikir tabut sebagai lambang kehadiran Tuhan sama dengan kehadiran Tuhan sendiri. Perbuatan mereka selanjutnya lebih parah lagi; menjadikan tabut semacam jimat. Tentu saja mereka kalah untuk kedua kalinya. Banyak korban berjatuhan terutama anak-anak Eli yang jahat dan Eli sendiri.
Tuhan bukan pelayan. Inti dosa adalah sikap tinggi hati dan tidak mau meninggikan Tuhan yang selayaknya Tuhan terima. Lawan dari meninggikan Tuhan adalah menjadikan diri sendiri sebagai tuhan dan raja atas hidupnya. Tuhan sendiri dijadikan pelayan. Orang yang bersikap demikian akan memakai berbagai alat rohani dan ritus rohani untuk kepentingan diri sendiri. Tuhan tidak akan pernah membiarkan kemuliaan-Nya direndahkan seperti itu.
Karenanya, renungkanlah ini, semua sarana anugerah-Nya seperti sakramen, ibadah, Alkitab, dan lain sebagainya, tak bermanfaat apa pun bila kita tidak menerimanya dengan hati yang lurus di hadapan Tuhan. Berdoalah, minta Tuhan meluruskan hatimu. Amin.
JARAK
PALING JAUH ANTARA MASALAH DENGAN SOLUSI, HANYA SEJAUH LUTUT DENGAN LANTAI.
ORANG YANG BERLUTUT PADA TUHAN, BISA BERDIRI UNTUK MELAKUKAN APAPUN.
#Salam_WOW/Pkh. 12:10