ZONA NYAMAN
Oleh: Reinhard Samah Kansil
Hidup adalah perjuangan yang penuh resiko dan tidak boleh berhenti.
Semakin
berjuang semakin banyak lagi yang harus di bayar mahal.
Dipulihkan untuk memulihkan.
Kitab Ezra mencatat pemulihan orang Yahudi
setelah 70 tahun pembuangan dengan membawa mereka kembali ke tanah air mereka. Pemulihan
kaum sisa buangan, terjadi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (538 SM) 50.000
orang kembali di bawah pimpinan Zerubabel dan; pada tahap kedua (457 SM) lebih
dari 1.700 orang laki-laki (tambah wanita dan anak-anak, berjumlah 5.000-10.000
orang Yahudi) berangkat pulang di bawah pimpinan Ezra; dan pada tahap ketiga
(444 SM) Nehemia memimpin kelompok lain lagi. Perhatikan bahwa rombongan
pertama pada tahun 538 kembali ke Yerusalem sekitar 70 tahun setelah
pengangkutan pertama ke dalam pembuangan. Sekitar dua tahun setelah kerajaan
Babel dikalahkan dan diganti kerajaan Persia (539 SM), dimulailah pengembalian
orang Yahudi ke tanah air mereka. Kitab Ezra mencatat tahap pertama dan kedua
dari pemulihan itu, yang melibatkan tiga raja Persia: Koresy, Darius, dan
Artahsasta.
Sementara itu, bacaan kita menyebutkan: “Adanya
tiga keluarga rakyat biasa (ay. 59-60) dan tiga keluarga imam (ay. 61-62) yang
tidak jelas asal-usulnya sehingga secara resmi mereka tidak diikutsertakan
sekalipun diizinkan untuk ikut pulang bersama dengan orang-orang Yahudi lainnya
di dalam perjalanan itu. Dalam pada itu, penyebutan ‘Kepala daerah’, pada ayat 63, mengacu kepada gubernur, yaitu
Zerubabel. Urim dan Tumim pada ayat yang
sama, disebutkan sebagai bagian dari jubah resmi seorang imam besar. Urim dan
Tumim dipakai dengan cara tertentu untuk mengetahui kehendak Allah. Harapan
sungguh-sungguh Zerubabel (dan juga harapan semua orang Yahudi yang saleh) agar
keadaan yang menyedihkan tersebut tidak berlanjut secara berkepanjangan, tentu
tidak terpenuhi, dan persoalan enam keluarga ini tidak terpecahkan.
Kenikmatan,
kemapanan dan kenyamanan.
Orang Yahudi mau
tetap tinggal di Babilonia karena mereka sudah berhasil dalam perdagangan dan usaha
mereka. Dengan kata lain, "buat apa kembali ke Yerusalem, negeri yang
membutuhkan waktu lama untuk dibangun kembali, bila sudah memiliki kehidupan
yang mapan di negeri orang?" Karena itu hanya orang-orang yang digerakkan
hatinya oleh Allah yang berkomitmen untuk kembali. Mungkin yang tinggal,
menganggap keputusan yang mereka ambil adalah tepat, karena faktor kenyamanan; tetapi
nama mereka tidak dicantumkan dalam firman Allah. Sebaliknya, mereka yang
kembali ke Yerusalem mendapatkan berkat yang tidak dapat dinilai dengan uang
dan harta, yaitu nama mereka tercantum dalam firman Allah dan menyaksikan
pembangunan kembali Bait Allah. Manakah yang kita pilih?
Mengapa mereka memilih untuk tetap tinggal di
Babilonia? Kenikmatan dan kemapanan sering menutup hati dan mata terhadap
pimpinan Tuhan. Biarlah hati kita selalu terbuka terhadap pimpinan Tuhan,
sehingga apabila Ia memanggil dan menggerakkan hati untuk melakukan pekerjaan
dan kehendak-Nya, maka dengan penuh kerelaan kita meresponinya.
Gereja kita baru saja usai pesta gerejawi
(baca: organisasi), Pilpres. Ini bukan pemilihan presiden. Ini adalah pemilihan
presbiter. Ada banyak kekecewaan, ada banyak sungut dan gerutu. Kenapa saya
sudah lebih empat periode, kok masih tetap Diaken? Mengapa saya sudah Penatua
kok bisa ‘turun’ menjadi Diaken. Bahkan ada Presbiter yang sudah waktunya berhenti,
tapi masih minta perpanjangan waktu. Jawabnya sama seperti orang Yahudi yang
sudah nyaman tinggal di Babilonia. Mereka yang sudah nyaman disuatu titik akan
tidak mau meninggalkan titik nyaman itu. Atau karena tidak nyaman di titik
Diaken ingin nyaman di titik Penatua.
Memang, ibarat bahtera,
pelayanan kita terasa nyaman bila berada di dermaga. Tapi bukan untuk itu maksud bahtera dibuat.
Bahtera pelayanan kita haruslah menjelajah, berpetualang sepanjang perjalanan.
Jangan nyaman di dermaga. Tempuhlah resiko, agar kelak pelayanan kita mewariskan warna warni indah.
Renungkan pesan ini: Bukalah hati dan persilakan Tuhan menggenapkan rencana-Nya melalui kita. Apapun
jabatan gerejawi kita. Bahkan, sekalipun tanpa jabatan itu.
DALAM
TIAP KELELAHAN, DIA BERIKAN SANDARAN.
DALAM TIAP KELEMAHAN, DIA BERIKAN KEKUATAN.
DALAM TIAP KESULITAN, DIA BERIKAN PENGHARAPAN.
DALAM TIAP DOA, PASTI ADA JAWABAN.
DALAM TIAP KELEMAHAN, DIA BERIKAN KEKUATAN.
DALAM TIAP KESULITAN, DIA BERIKAN PENGHARAPAN.
DALAM TIAP DOA, PASTI ADA JAWABAN.
#Salam_WOW
Note:
Sumber renungan ini adalah Buku saya dibawah ini:
Tidak dijual bebas. Pesan langsung ke saya.
Sumber renungan ini adalah Buku saya dibawah ini:
Tidak dijual bebas. Pesan langsung ke saya.
Terima kasih.