KEKAYAAN SEJATI: NAMA BAIK DAN DIKASIHI
Oleh: Reinhard Samah Kansil
Kaca dan porselen adalah sesuatu yang
gampang sekali pecah, dan tak akan dapat direkatkan kembali tanpa bekas yang
nampak. Begitupun nama baik. Jangan menjual nama baikmu demi uang karena nama
baik tidak dapat dibeli kembali dengan memakai mata uang apa pun juga.
Adalah baik memiliki kekayaan. Tapi jauh
lebih baik memiliki nama baik.
Amsal
mengajarkan kita dua hal yang lebih berharga dan yang seharusnya lebih kita
ingini daripada kekayaan besar: Pertama, bahwa nama baik, yang berhubungan dengan hal-hal yang baik di mata Tuhan
dan orang-orang baik, lebih berharga
dari pada kekayaan besar. Berperilaku yang mendatangkan nama baik adalah
jauh lebih baik daripada melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan dan menambah
harta benda.
Kedua, bahwa
dikasihi, memperoleh
penghargaan dan kasih sayang dari semua orang di sekitar kita, lebih berharga daripada perak dan emas. Kristus tidak
memiliki baik perak maupun emas, tetapi Ia makin dikasihi oleh Tuhan dan manusia. Melalui hal ini kita harus
belajar untuk memandang kekayaan dunia ini dengan kebencian yang kudus, bukan
mencondongkan hati kita padanya, melainkan sebisa mungkin memikirkan semua yang manis dan sedap
didengar.
Penipu
bebal versus orang jujur bijaksana.
Kekayaan
besar menuntut perhatian yang besar, membawa orang rentan terhadap bahaya dan
sama sekali tidak membuat orang menjadi lebih bernilai. Orang bebal dan penipu
bisa memiliki kekayaan besar,
tetapi nama baik menjadikan
seseorang tenteram dan aman. Nama baik menjadikan orang bijaksana dan jujur,
mencerminkan kemuliaan Tuhan, dan memberi orang kesempatan yang lebih besar
untuk berbuat baik. Dengan kekayaan besar kita bisa mencukupi kebutuhan jasmani
orang lain. Tetapi, dengan memiliki nama baik, kita bisa mendorong orang lain
untuk beribadah.
Apakah kekayaan yang paling berharga
dalam hidup ini? Amsal berkata: nama baik dan relasi kasih. Keduanya tidak
dapat dibandingkan dengan kekayaan bahkan perak dan emas sekalipun. Kekayaan
yang hanya berupa materi tak akan membuat manusia hidup berarti, kecuali ia
membagikannya kepada si miskin dan hidupnya akan diberkati.
Ini kisah
tentang seorang ayah yang mendapati anaknya tak menghargai penghargaannya: ‘Saat
membongkar garasi putra saya, saya menemukan semua trofi yang ia menangkan
melalui berbagai macam pertandingan atletik selama bertahun-tahun. Semuanya itu
dimasukkan ke dalam sebuah kotak kardus, dan siap untuk dibuang”. Saya mengenang
darah, keringat, dan air mata yang mengucur demi mendapatkan semua penghargaan
itu. Namun sekarang ia membuangnya. Semuanya itu tidak berharga lagi baginya.
Saya jadi
teringat pada sebuah puisi anak-anak karangan Shel Silverstein berjudul
"Hector si Kolektor". Puisi itu mengisahkan tentang semua benda yang
dikoleksi Hector selama bertahun-tahun. Ia "menyayangi benda-benda itu
lebih dari berlian yang bersinar, lebih dari emas yang berkilauan". Lalu
Hector mengundang semua temannya, "Kemarilah, aku mau membagikan
hartaku!" Lalu semua temannya "datang untuk melihatnya, tetapi mereka
menyebut barang-barang itu sampah!"
Seperti itulah
nantinya akhir hidup kita. Semua milik kita, semua benda yang kita perjuangkan
di sepanjang hidup kita, menjadi tidak berarti apa-apa kecuali sampah. Saat
itulah kita diyakinkan bahwa harta bukanlah hal yang paling berharga dalam
hidup ini. Mulai saat ini kita akan memiliki cara pandang yang benar, seperti ada
tertulis. "Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap
rugi karena Kristus". Kita harus bersikap wajar terhadap harta milik kita,
karena sebenarnya kita telah memiliki harta yang paling bernilai, yaitu nama
baik dan dikasihi, dimana hidup kita berjalan didalam pengenalan akan Kristus
Yesus Tuhan kita.
KEKAYAAN TERBESAR KITA ADALAH NAMA
BAIK DAN DIKASIHI.
HIDUP DIKASIHI TUHAN DAN SESAMA,
ITULAH NAMA BAIK KITA.
Salam
WOW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar